Foto : Koordinator aktivis KORLAP. (ist)
TJI,BANGKABELITUNG – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) melibatkan oknum anggota DPRD Bangka Belitung, Imam Wahyudi (IW) kini terus menjadi sorotan publik termasuk aktivis Koalisi Rakyat dan Aktivis Lawan Pelaku KDRT (KORLAP) selain kalangan praktisi hukum.
Terlebih saat ini, IW politisi asal PDIP ini pun sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik PPA Polresta Pangkal Pinang. IW pun kini dijerat dengan Pasal 44 Ayat 1 atau Pasal 44 Ayat 4 UU RI Tahun 2023 dan Tahun 2004 Tentang Penghapusan KDRT dengan Ancaman Hukuman 5 Tahun Penjara.
Koordinator Aktivis KORLAP, Sutisna justru mempertanyakan sikap aparat penegak hukum (kepolisian) lantaran tidak menahan Imam IW, padahal statusnya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Menurutnya, kasus KDRT telah menimbulkan dampak psikis dan juga fisik tidak hanya kepada korban tapi juga mencederai perasaan emak-emak. Pihaknya pun menduga adanya upaya diskriminasi hukum dalam hal ini pihaknya malah merasa miris, bahkan mempertanyakan alasan pihak kepolisian setempat hingga saat ini Imam Wahyudi belum juga ditahan padahal sudah tersangka?
“Jangan mentang-mentang Imam Wahyudi adalah anggota DPRD Bangka Belitung dan menjabat sebagai ketua BAPPILU PDIP Babel lantas dia tidak ditahan. Padahal telah terbukti melakukan KDRT dan telah menjadi tersangka,” sebut Sutisna kepada tim media ini, Rabu (2/10/2024).
Menurutnya, jika dibandingkan dengan beberapa contoh kasus KDRT lainnya, seorang Profesor bergelar Doktor Hukum di Surabaya setelah menyandang status tersangka atau pelaku KDRT justru langsung ditahan.
Begitu juga menurutnya jika pelaku KDRT lainnya sebagai contoh yakni seorang pegawai pegawai Ditjen Pajak di Kota Bekasi, Pelaku KDRT Armor suami Cut Intan Nabila selegram, dan kasus-kasus lainnya itu pelaku KDRT langsung ditahan karena jelas telah melanggar pasal pidana.
“Kami berencana akan mendatangi Propam Mabes Polri meminta aparat penegak hukum (Polresta Pangkalpinang — red) segera bertindak tegas dengan menahan Imam Wahyudi tersangka pelaku KDRT. Hal ini tak lain demi azas keadilan hukum dan tidak menimbulkan stigma adanya upaya diskriminasi hukum,” harapnya.
Oleh karenanya ditegaskan ia, jika siapapun dia jika sudah ditetapkan tersangka pelaku KDRT maka harus segera ditahan oleh pihak aparat kepolisian.
“Kami akan kawal kasus tersangka Imam Wahyudi pelaku KDRT hingga tuntas hingga tersangka ditahan dan kami juga akan terus mendesak Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDIP segera memecat tersangka Imam Wahyudi Anggota DPRD Bangka Belitun pelaku KDRT dan ia merupakan predator dalam keluarga,” katanya.
Senada sebelumnya diungkapkan oleh seorang praktisi hukum di Bangka Belitung, Junaidi SH, bahkan dirinya sempat mengatakan, “seharusnya begitu Imam Wahyudi (IW) ditetapkan tersangka pihak Polresta Pangkal Pinang segera menangkap dan menahan tersangka’.
“Apalagi kasus KDRT Imam Wahyudi tersebut viral dan kini menjadi sorotan publik tidak hanya di Bangka Belitung tapi juga di seluruh nusantara. Jika IW tidak segera ditahan akan timbul opini dugaan “kongkalikong” atau loby-loby kekuatan tertentu yang diduga berupaya melindungi Imam Wahyudi,” singgung Junaidi.
Penetapan tersangka dan dilanjutkan dengan melakukan penahanan terhadap Imam Wahyudi menurutnya adalah langkah tepat yang harus diambil pihak kepolisian agar mendapat apresiasi dan kepercayaan dari masyarakat. Bahkan menurutnya, ada beberapa pasal-pasal yang mengatur kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah:
Pasal 44 ayat (1) mengatur pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 untuk pelaku kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga
Pasal 46 dan Pasal 47 mengatur pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun atau denda paling sedikit Rp25.000.000,00 dan paling banyak Rp500.000.000,00 untuk perbuatan yang mengakibatkan korban mengalami luka yang tidak bisa sembuh, gangguan daya pikir atau kejiwaan, gugur atau matinya janin, atau tidak berfungsinya alat reproduksi
Pasal 49 mengatur pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 untuk pelaku penelantaran dalam rumah tangga. Selain pidana penjara dan denda, pelaku KDRT juga dapat dikenakan pidana tambahan, seperti: Pembatasan gerak pelaku,
Pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku.
Kemudian, penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.
KDRT didefinisikan sebagai segala tindakan yang menyebabkan penderitaan atau kesengsaraan dalam bentuk fisik, seksual, psikis, atau penelantaran terhadap seseorang, terutama perempuan, dalam lingkup rumah tangga.
“Kita dukung aparat kepolisian dalam hal ini Polresta Pangkalpinang agar segera menahan tersangka pelaku KDRT Imam Wahyudi,” tutupnya.
Penanganan perkara kasus dugaan KDRT ini menuai sorotan publik lantaran. melibatkan seorang oknum anggota dewan (IW), dan penanganan kasus ini pun merupakan potret penegakan hukum di daerah Bangka Belitung.
Oleh karenanya, pihak kepolisian pun dituntut objektif, transparan serta profesional dalam penegakan hukum.
Sebaliknya jika dalam penanganan perkara kasus KDRT tersebut melanggar dari ketentuan yang berlaku maka hal ini menimbulkan bad precedent atau preseden buruk bagi aparat kepolisian hingga dikhawatirkan dapat mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap citra Korp Tribarata. (RMN/TJI team)