Foto : Aktifis KORLAP Sutisna & Ridwan Agung saat melapor di Mabes Polri.(ist)
TJI,BANGKABELITUNG – Buntut perkara kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) melibatkan seorang oknum anggota DPRD Provinsi Bangka Belitung 2024-2029, Imam Wahyudi (IW) kini berujung sedikitnya 3 orang oknum perwira di institusi Polresta Pangkalpinang masing-masing AKBP Gatot Yulianto (Kapolresta), AKP M Riza Rahman (Kasat Reskrim) termasuk Aipda Dewi Yuliansarmit (Kanit PPA) dilapor ke Divisi Propam Mabesl Polri.
Tiga oknum perwira Polresta Pangkalpinang itu ilapor ke Divisi Mabes Polri, Jumat (4/9/10/2024) siang oleh perwakilan aktivis Koalisi Rakyat & Aktivis Lawan Pelaku KDRT (KORLAP) terkait proses penanganan perkara KDRT hingga melibatkan politisi asal PDI-Perjuangan (IW) namun pihak penyidik kepolisian setempat (Polresta Pangkalpinang) tak melakukan penahanan terhadap IW meski telah ditetapkan sebagai pelaku/tersangka dengan alasan tersangka IW dinilai kooperatif.
Akibatnya putusan penyidik PPA Polresta Pangkalpinang tak menahan tersangka IW terkait kasus dugaan KDRT terhadap sang istri, Isma Safitri (IS) justru dinilai tak mewakili rasa keadilan terhadap masyarakat khususnya para kaum wanita, bahkan pihak Polresta Pangkalpinang menuai tudingan miring lantaran dianggap diskriminasi terhadap penegakan hukum hingga kasus KDRT ini pun berujung pelaporan pihak aktifis KORLAP ke Divisi Propam Mabes Polri.
Sebagaimana informasi berhasil dihimpun tim jejaring media ini, surat laporan tersebut ditujukan langsung kepada Kepala Divisi Propam Mabes Polri, Irjen Pol Abdul Karim. Dalam laporan pihak KORLAP tersebut menerangkan adanya sejumlah oknum perwira Polresta Pangkalpinang diduga tidak profesionalnl dalam mengemban tugas dan kewenangan sebagai aparat kepolisian ralam penegakan hukum menangani perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan tidak melakukan penahanan terhadap tersangka atas nama Imam Wahyudi.

Foto : Bukti tanda terima laporan KORLAP ke Mabes Polri. (ist)
Hal tersebut dapat mencoreng atau menciderai citra Kepolisian yang presisi dalam menegakkan hukum di mata masyarakat dengan sengaja melakukan diskriminasi hukum dengan tidak ditahannya tersangka Imam Wahyudi (IW) setelah ditetapkan sebagai tersangka. Bahwa 99% pelaku Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) selalu dilakukan penahanan terhadap pelaku setelah ditetapkan sebagai Tersangka sekalipun bersikap korporatif.
Hal ini menjadi sebuah tanda tanya besar mengapa terhadap Tersangka Imam Wahyudi tidak dilakukan penahanan? Apakah terdapat intervensi dari pejabat Polres Pangkalpinang terhadap perkara Imam Wahyudi sehingga Imam Wahyudi mendapatkan perlakukan khusus berupa pengecualian penahanan?
Oleh dan karena itu aktifis KORLAP melaporkan 3 oknum perwira Polisi di Polresta Pangkalpinang masing-masing AKBL Gatot Yulianto, AKP M Riza Rahman serta Aipda Dewi Yuliansmit diduga telah melakukan pelanggaran kode etik dan sumpah jabatan dalam menegakkan hukum terhadap perkara tersebut diatas sebagai berikut :
Diterangkan Sutisna selaku koordinator KORLAP mengatakan adapun yang menjadi dasar dan pertimbangan hukum atas penyampaian surat laporan ke Divisi Propam Mabes Polri tersebut yakni sebagai berikut : Bahwa pada tanggal 11 bulan September 2024 pukul 11.00 WIB telah dilaporkan suatu peristiwa hukum berupa dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga oleh Nina Iqbal selaku kuasa hukum dari korban berinisial IS terhadap Terlapor bernama Imam Wahyudi;
Dalam kasus ini selaku pihak terlapor (Imam Wahyudi) merupakan salah satu anggota DPRD Provinsi Bangka Belitung yang dilantik pada tanggal 24 September 2024; dan terlapor (Imam Wahyudi) dilaporkan atas dugaan pelanggaran terhadap pasal 44 ayat (1) atau pasal 44 ayat (4) UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT;
Bahwa dalam penanganannya, atas laporan tersebut pada tanggal 30 September 2024 telah mengalami peralihan status laporan dari tahap penyelidikan menjadi penyidikan; Bahwa dengan telah beralih nya status pelaporan menjadi Penyidikan maka status terlapor pun telah berubah menjadi tersangka dalam perkara sebagaimana dimaksud diatas.
Namun sampai saat ini belumlah dilakukan penahanan atas tersangka oleh penyidik PPA Polres Pangkalpinang dalam perkara ini; Padahal secara eksplisit berdasarkan Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah mengatur terhadap setiap tindak pidana dengan ancaman pidana lima tahun atau lebih maupun tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 4 huruf B.
“Maka penahanan dapat dikenakan kepada tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud,” tegas Sutisna didampingi rekannya Ridwan Agung juga selaku aktivis KORLAP, Jumat (4/10/2024) siang.
Selanjutnya berdasarkan peraturan hukum diatas maka sudah seharusnya dan selayaknya dilakukan penahanan terhadap Tersangka (Imam Wahyudi) atas perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (1) atau pasal 44 ayat (4) UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT)dengan ancaman pidana 5 tahun penjara;
Atas kondisi belum dilakukannya penahaan terhadap Tersangka, oknum Kepolisian Resor Pangkalpinang berdalih bahwa belum diadakannya penahanan dikarenakan Tersangka bersikap koorporatif sebagaimana disebutkan oleh AKBP Rendra Oktha Dinata dalam giat konferensi pers baru-baru ini.
Alasan oknum perwira Polresta Pangkalpinang Pangkalpinang sebagaimana disebutkan diatas adalah suatu alasan yang tidak berlandaskan secara yuridis berdasarkan ketetapan hukum yang ada; Apabila menurutnya didalilkan berdasarkan hukum, seharusnya Tersangka harus dilakukan penahanan atas perbuatan pidana dengan anacaman pidana 5 tahun penjara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
“Bahwa atas tindakan oknum Kepolisian Resor Pangkalpinang tersebut merupakan tindakan penyelewenangan dan dikriminasi terhadap penegakkan hukum; Bahwa sebagai aparat penegak hukum oknum Kepolisian Resor Pangkalpinang harus bersikap adil terlepas dari apapun status sosial maupun jabatan dari Tersangka dalam suatu perkara,” terangnya.
Lanjutnya, suatu tanda tanya apakah memang benar aparat penegak hukum yang tergabung dalam Kepolisian Resor Pangkalpinang bersikap pilih-pilih dan tidak objektif dalam melakukan penegakkan hukum; bahwa tindakan ini telah berdampak pada ketidakpercayaan masyarakat akan penegakan hukum sehingga mencoreng nama besar Kepolisian Republik Indonesia dalam menegakkan keadilan.
“Bahwa atas tindakan tersebut kami memohonnl agar Kadiv Propam Mabes Polri dapat menindak secara tegas oknum & oknum yang telah melakukan penyelewengan pendiskriminasian terhadap hukum
Oleh karenanya pihak KORLAP berharap agar laporan yang disampaikan ke Mabes Polri kami dapat memberikan bermanfaat serta berharap agar dapat dilakukan pemeriksaan dan/atau penyelesaikan terkait perkara ini hingga tuntas berlandaskan Keadilan,, Kepastian dan Kemanfaatan Hukum.
Terkait laporan pihak KORLAP ke Divisi Propam Mabes Polri, tim media ini masih mengupayakan konfirmasi ke Kapolresta Pangkalpinang, AKBP Gatot Yulianto. Bahkan tim media ini sempat mengkonfirmasi melalui pesan singkat atau Whats App (WA), Jumat (4/10/2024) sore namun belumlah ada jawaban. (RMN/TJI team)