Perhitungan Kerugian Negara Rp 271 Triliun Dari Kasus Mega Korupsi Timah- Kini Tuai Polemik, Perpat Babel Usulkan Hearing Di DPR

Foto : Dr Andi Kusuma SH MKn CTL. (TJI)

TJI,BANGKABELITUNG – Meski majelis hakim telah memvonis hukuman pidana terhadap para terdakwa dalam skandal korupsi PT Timah hingga negara disebut-sebut telah mengalami kerugian mencapai angka senilai Rp 270 Triliun lebih.

Namun sampai saat ini persoalan perhitungan kerugian negara dengan angka yang sangat fantatis justru menuai sorotan publik termasuk para pengamat hukum maupun para akademisi dari berbagai perguruan tinggi.

Hal ini pun tak terkecuali sorotan dari para aktivis asal organisasi Perkumpulan Putra Putri Tempatan (Perpat) di daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Persoalan perhitungan kerugian negara mencapai angka Rp 271 Triliun ini dianggap sangat penting menjadi pembahasan nasional. Oleh karenanya pihak Perpat berencana akan melayangkan surat ke DPR RI guna melakukan rapat dengar pendapat (RDP) atau hearing dengan wakil di Komisi III DPR RI.

Diungkapkan oleh Dr Andi Kusuma SH MKn CTL selaku ketua umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Perpat menerangkan alasan pihaknya mengajukan permohonan hearing dengan DPR RI guna membahas permasalahan mega korupsi tata niaga timah senilai 271 Triliun.

Lanjutnya, hal ini dengan pertimbangan sebagai berikut antara lain saat ini publik sedang digegerkan oleh perkara yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung sebagaimana disebut sebagai “mega korupsi tata niaga timah”.

Selain itu, perkara kasus korupsi ini digadang-gadang menyebabkan kerugian negara akibat kerusakan lingkungan sebesar Rp. 271.069.740.060,- dengan melibatkan pihak PT. Timah Tbk dan perusahaan peleburan (smelter) swasta lainnya.

“Begitu pula perhitungan kerugian senilai Rp 271.069.740.060 dihitung oleh Ahli Lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharo sebagaimana diajukan oleh Pihak Kejaksaan sebagai Ahli dalam perkara tindak pidana korupsi tersebut.

“Dalam dalilnya oleh Bambang Hero Saharjo angka kerugian tersebut merupakan estimasi kerugian lingkungan berupa kerusakan lingkungan pada lubang galian seluas 170.363,064 hektar, ” terang Andi dalam siaran pers diterima, Senin (6/1/2025) siang.

Selanjutnya, atas hasil perhitungan oleh Bambang Hero Saharjo tersebutlah, yang melatarbelakangi dasar penghitungan kerugian negara sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Kemudian ditegaakan Andi, jika belakangan ini ditemukan fakta bahwasannya Bambang Hero Saharjo tidak berkompeten dalam melakukan perhitungan kerugian keuangan negara.

Sebagai seorang ahli yang ditunjuk oleh Kejaksaan Agung, Bambang Hero Saharjo tidak memiliki relavansi dalam penghitungan perhitungan kerugian negara dikarenakan Bambang Hero Saharjo adalah Ahli Lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan bukan merupakan Ahli Keuangan Negara.

“Padahal seharusnya apabila berbicara mengenai kerugian negara, maka pihak yang berkompenten dalam melakukan penghitungan adalah Ahli Keuangan Negara yang terverfikasi lebih lanjut oleh BPK (Badan Pemeriksan Keuangan,” singgung Andi.

Selain itu, fakta yang menilai jika Bambang Hero Saharjo bukan ahli keuangan justru diamini Prof Sudarsono dari Institut Pertanian Bogor (IPB) yang menyebutkan bahwa “Bambang Hero Saharjo bukan ahli hitung kerugian negara pada kasus korupsi timah.

“Apabila perhitungan vital seperti ini gunakan maka sangat menggungah rasa keadilan dan berbahaya dalam melakukan penegakkan hukum, karena setiap statement hukum yang disampaikan harus dipertanggung jawabkan termasuk oleh lembaga penegak hukum yaitu Kejaksaan Agung.

Begitu pula berdasarkan fakta persidangan pun, Bambang Hero Saharjo terbukti tidak dapat menjelaskan mengenai metode perhitungan yang digunakan dalam menafsirkan kerugian negara akibat kerusakan lingkungan.

Selain itu Bambang Hero Saharjo secara tidak professional dalam menghitung kerugian negara akibat kerusakan lingkungan tidak memisahkan kerugian antara IUP OP Timah Tbk dan Non PT Timah Tbk, dimana saat hendak dikonfrimasi dalam persidangan Bambang Hero Saharjo malah menjawab : “Aduh saya malas Yang Mulia,”.

Kemudian berdasarkan hasil cross check (verifikasi/pengecekan kembali) yang kami lakukan, terdapat ketidak sinkronan antara hitungan real dan hitungan sebagaimana didalilkan oleh Kejaksaan Agung.

Seperti yang diketahui perkara tindak pidana korupsi tata niaga timah disesuaikan pada hitungan periode tahun 2015-2022 (8 tahun). Atas periodik tersebut, PT Timah Tbk telah melakukan produksi timah rata-rata sebesar 40.000 MT/ tahun.

Apabila dikonversikan selama kurun waktu sebagaimana didalikan oleh Pihak Kejaksaan maka nilai produksi timah rata-rata sebesar 40.000 MT x periodik (8 tahun) = 320.000 MT.

Bahwa berdasarkan persesuaian antara produksi IUP Darat dengan nilai produksi timah rata-rata selama kurun waktu 8 tahun didapatkan perhitungan : 50% x 320.000 MT = 160.000 MT.

Kemudian mengenai produksi logam hasil kerjasama antara perusahaan smelter dan PT. Timah Tbk pada tahun 2019-2020 adalah sebesar 68.000 MT dan pada periode tahun 2015-2022 adalah sebanyak 228.000 MT.

Atas produksi logam tersebut menggunakan recovery peleburan timah senilai 94%. Sehingga perhitungan produksi bijih timah adalah : 𝟐𝟐𝟖.𝟎𝟎𝟎 𝑴𝑻
Total Produksi Bijih Timah = 243.000 MT Sn
𝟗𝟒%

Bahwa selanjutnya, berdasarkan data rata-rata kekayaan cadangan di IUP PT. Timah Tbk sebesar 0,25 kg Sn/m³, maka konversi volume tanah yang harus digali untuk mendapatkan total bijih timah tersebut adalah senilai : 𝟐𝟒𝟑.𝟎𝟎𝟎.𝟎𝟎𝟎 𝒌𝒈 𝑺𝒏 Volume Tanah Digali = 972.000.000 M3 𝟎,𝟐𝟓 𝒌𝒈 𝑺𝒏 𝒎𝟑

Bahwa dengan asumsi kedalaman rata-rata penggalian tanah sebesar 10 meter, maka luas wilayah tambang yang diperlukan adalah senilai:
𝟗𝟕𝟐.𝟎𝟎𝟎.𝟎𝟎𝟎 𝒎𝟑 Luas Wilayah Tambang = 97. 200 m2/ 9.720 Ha 𝟏𝟎 𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓.

Bahwa berdasarkan perhitungan sebagaimana diuraikan diatas, didapatkan hasil bahwa luas wilayah tambang yang diperlukan mengacu pada data produksi adalah seluas 9.720 hektar, bukan 170.363,064 hektar seperti yang dinyatakan sebelumnya oleh Bambang Hero Saharjo.

Bahwa diindikasi telah terjadi deviasi yang sangat besar dalam perhitungan, sehingga guna memvalidasi hasil perhitungan Bambang Hero Saharjo diperlukan analisis dan verifikasi lebih lanjut oleh para ahli tambang, geologi, maupun pihak terkait dari PT Timah Tbk untuk mengomentari perbedaan perhitungan tersebut.

“Untuk itu kami sangat berharap permohonan dapat diperkenankan atau dikabulkan oleh pihak Komisi III DPR RI. Hal ini tak lain guna mengungkap fakta yang sebenar-benarnya,” tegas Andi.

Tak cuma iti, Andi pun berharap pihak Komisi III DPR RI dapat mengundang pula pihak Kejaksaan Agung, BPKP, BPK, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan termasuk intansi/lembaga terkait lainnya.

“Rapat dengar pendapat ini kami maksudkan guna memvalidasi perhitungan kerugian negara yang terindikasi mengalami deviasi yang sangat besar sehingga ketidaksesuaian perhitungan,” pungkas Andi.

Begitu pula akibat ketidaksesuaian perhitungan kerugian negara telah berakibat kesalahan persepsi hukum yang mengakibatkan terjadi kriminalisasi dan sehingga harus dilakukan validasi guna mencapai keadilan bersama sebagaimana diamanatkan Undang-Undang.

Sementara iitu Bambang Hero Saharjo masih diupayakan konfirmasi terkait pernyatan ketua umum DPP Perpat, Dr Andi Kusuma SH MKn CTL terkait perhitungan kerugian keuangan negara dalam perkara kasus mega korupsi timah. (RMN/TNI team)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *