Foto : Gedung kantor PT Timah Tbk, terletak di jalan raya Sudirman Kota Pangkal Pinang. (net) 
TJI,BANGKABELITUNG – Seorang tokoh pemuda Desa Kayu Besi, Kecamatan Puding Besar, Kabupaten Bangka, Suryadi (41) alias Yadi Balok termasuk warga desa lainnya saat ini mengaku merasa sangat kecewa terkait sikap atau respon pihak manajemen PT Timah Tbk pasca pertemuan sejumlah perwakilan desa (Dalil, Kayu Besi, Mabat & Desa Puding), Senin (22/9/2025) lalu di gedung kantor pusat PT Timah, Kota Pangkal Pinang.
Pasalnya, saat pertemuan dengan Head Communications Corperate PT Timah Tbk, Anggi Siahaan, Senin (2209/2026) saat itu Yadi bersama perwakilan 4 desa waktu itu sempat mengingatkan agar aktivitas tambang timah berlokasi di atas lahan hak guna usaha (HGU) PT Gunung Maras Lestari (GML) wilayah Desa Bukit Layang, Kecamatan Bakam jangan beroperasi terlebih dahulu sebelum ada kata ‘kesepakatan’ antara masyarakat 7 desa (Dalil, Bakam, Mangka, Mabat, Puding, Kayu Besi dan Sempan) dengan PT Timah termasuk mitta PT Timah.
“Saya pesankan tolong jangan beroperasi (kegiatan tambang – red) terlebih dahulu sebelum ada kesepakatan antara masyarakat dengan mitra PT Timah termasuk pihak PT Timah,” sebut Yadi di hadapan Head Corperate Communications PT Timah, Anggi Siahaan. Spontan, Anggi pun seketika itu langsung mengiyakan permintaan yang disampaikan Yadi Balok.
Namun tak disangka, fakta yang terjadi di lapangan mitra PT Timah justru, Rabu (24/9/2025) terpantau oleh warga telah melakukan aktivitas tambang timah di lokasi lahan HGU PT GML atau tepatnya di titik kordinat tambang DU.1517 (Desa Bukit Layang).

Foto : Aktivitas tambang timah dikerjakan mitra PT Timah di lokasi perkebunan sawit PT GML terpantau telah beroperasi sejak Rabu (24/9/2025) hingga Kamis (25/9/2025) meski diketahui belumlah mengantongi SPK. (ist) 
Padahal informasi berhasil dihimpun tim media ini di lapangan serta keterangan sejumlah sumber menyebutkan jika mitra PT Timah yang beroperasi di lokasi itu diduga belumlah mengantongi perijinan tambang dari PT Timah Tbk yakni Surat Perintah Kerja (SPK).
“Bagaimana masyarakat tidak merasa kecewa dengan kejadian saat ini, fakta yang terjadi di lapangan justru mitra PT Timah itu telah berani beroperasi menambang di lokasi itu. Padahal saat pertemuan saya sempat berpesan kepada Humas PT Timah (Anggi Siahaan – red) agar meminta mitra PT Timah tidak beroperasi terlebih dahulu sebelum ada kesepakatan dengan masyarakat,” sebut Yadi kepada tim media ini, Jumat (26/9/2025) di Sungailiat.

Foto : Aktivitas tambang timah dikerjakan mitra PT Timah di lokasi setempat terlihat menggunakan 2 unit alat berat. (ist) 
Sebaliknya, Yadi termasuk perwakilan masyarakat desa lainnya yang ikut hadir dalam pertemuan hari itu kini malah berasumsi miring terhadap sikap manajemen PT Timah. Bahkan dirinya pun menganggap manajemen PT Timah sengaja melakukan pembiaran terhadap aktivitas penambangan dilakukan mitranya di IUP PT Timah atau di atas lahan HGU PT GML tanpa mengantongi SPK.
“Jelas sudah terbaca ada muslihat jahat di balik semua ini. Kami sebenarnya masih menghormati tujuan dan kepentingan PT Timah termasuk mitranya, namun mereka malah terkesan tidak menghargai apa yang menjadi aspirasi masyarakat dan terkesan pembiaran. Tidak mungkin pihak PT Timah tidak mengetahui. Kejadian ini dikhawatirkan memicu amarah masyarakat. PT Timah pun dianggap sebagai pemicu konflik di kalangan masyarakat penambang,” singgung Yadi lagi.
Keterangan warga yang disampaikan kepadanya, jika mitra PT Timah telah melakukan aktivitas tambang timah’ ilegal’ di lokasi DU. 1517 (di atas lahan HGU PT GML) diduga selama 2 hari atau sejak Rabu (24/9/2025) hingga Kamis (25/9/2025). Aktivitas tambang di lokasi di lokasi setempat selama dua hari diketahui menggunakan peralatan mesin tambang skala besar dan diduga berhasil mengangkut biji/pasir timah sekitar 5 ton.

Oleh karenanya Yadi sendiri sebagai juru bicara perwakilan masyarakat desa terkecuali Desa Bukit Layang dirinya berharap agar tuntutan atau aspirasi yang telah disampaikan kepada Humas PT Timah, Senin (22/9/2025) antara lain sebanyak 7 desa yang terdampak plasma sawit sebesar 20% dari usaha perkebunan PT GML agar dilibatkan bekerja menambang dengan pola mandiri menggunakan jenis Sebu-Sebu atau tambang skala kecil meski menginduk ke mitra dan bukan sebagai pekerja mitta PT Timah.
Selain itu, dalam tuntutan yang disampaikan pihakya, bahwa masyarakat terdampak berjanji menyatakan komitmen untuk tetap menjaga amanah PT Timah dan mitra, khususnya hasil tambang rakyat tetap dijaga tidak dijual keluar selalin kepada mitra ataupun PT Timah.
Begitu pula tegas Yadi, jika nanti masyarakat penambang dari 7 desa yang terdampak dilibatkan ikut bekerja menambang bersama mitra PT Timah Yadi berharap harga pasir timah dari masyarakat tambang dengan dibeli dengan harga yang pantas dan wajar tanpa membebankan masyarakat. “Jangan seperti kerja rodi saja dilibatkan nambang tapi malah membebankan, namun yang manusiawi,” pungkasnya.

Menanggapi aspirasi yang disampaikan itu, Head CorperatePT Communications PT Timah, Anggi Siaran di hadapan perwakilan masyarakat 4 desa itu ia berjanji akan menyampaikan aspirasi kepada pimpinan PT Timah. Bahkan Anggi pun sempat berjanji jika dirinya akan mengabarkan keputusan aspirasi perwakilan masyarakat itu paling lama dua hari terhitung sejak pertemuan.
“Namun sampai hari ini malah tidak kabar keputusan itu dari Humas PT Timah. Lah lewat 3 hari malah. Kami seperti dipermainkan saja kalau caranya begini. Keputusan kami tunggu Sabtu 27 September 2025. Jika tidak ada kabar…kami tak punya pilihan lain selain demo di kantor PT Timah pekan depan,” tegas Yadi.
(RMN/TJI/tim)


 
                                                         
                                                        
 
			 
			 
			 
			