TJI,Inggris – Setelah sempat dihentikan, Inggris kembali mengambil pekerja musiman asal Indonesia pada 2024. Apa mitigasi yang dilakukan agar insiden pekerja Indonesia kabur untuk menjadi imigran gelap atau mencari suaka pada saat penempatan pada 2022 silam tak terulang?
Acara pelepasan pemberangkatan sekitar 500 pekerja migran Indonesia (PMI) ke Inggris untuk ditempatkan di sektor perkebunan melalui skema pekerja musiman (seasonal worker scheme) pada musim petik 2024 digelar di Rumah Sate Haji Subeki, Bekasi, Jawa Barat, pada Rabu (08/05).
Mereka diberangkatkan secara bergelombang sesuai permintaan perkebunan Inggris. Rombongan pertama terdiri dari 19 orang dan dijadwalkan diberangkatkan pada Senin, 13 Mei 2024.
Keberangkatan tenaga kerja Indonesia itu merupakan yang pertama sejak Inggris memutuskan tidak mempekerjakan tenaga kerja dari Indonesia pada 2023 lantaran banyak PMI yang dikirim pada 2022 memutuskan kabur. Mereka tidak pulang ke Indonesia meskipun masa berlaku visa sudah berakhir.
Keputusan menjadi imigran gelap tersebut diberitakan mendalam oleh BBC News Indonesia dalam tulisan bertajuk WNI mantan pemetik buah menjadi imigran gelap dan pencari suaka di Inggris – ‘Ini jalan pintas paling mudah’ serta Bekerja di perkebunan Inggris: Ribuan WNI pupus harapan berangkat tahun 2023.
Di antara PMI yang diberangkatkan dalam kloter pertama tahun 2024 ini terdapat Raka Kristiyadi, pria berusia 26 tahun asal Depok, Jawa Barat.
Dia adalah sarjana agribisnis yang pernah bekerja di sektor keuangan dan sempat pula menjadi moderator konten TikTok.
Bagi Raka, skema kerja musiman di perkebunan Inggris menawarkan peluang lebih baik dibanding karier sebelumnya.
“[Faktor] uang memang sudah tidak dipungkiri lagi karena gajinya dalam mata uang poundsterling dan setelah saya hitung-hitung, Alhamdulillah. Cukuplah Insyaallah,” ungkap Raka dalam percakapan jarak jauh dengan wartawan Rohmatin Bonasir yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, pada Kamis (18/04).
Faktor lainnya, lanjut Raka, dia berharap bekerja di perkebunan Inggris akan menjadi pengalaman terbaik sesuai dengan bidang studinya.
“Saya mau belajar banyak di Inggris. Pertanian terbaik di dunia adalah Belanda, Australia dan Inggris.”
“Saya dapat kerja di Inggris. Saya ingin belajar,” katanya seraya menambahkan pengalaman kerja di Inggris dapat digunakan untuk mengembangkan pertanian di tanah airnya.
Berbeda dengan Raka, Pinkan Lydia Christien telah mengikuti skema pekerja musiman pada 2022 silam.
Pinkan, bersama ribuan PMI lainnya, direkrut untuk diberangkatkan ke Inggris pertama kali dua tahun lalu. Setelah bekerja di perkebunan Inggris selama enam bulan pada 2022, Pinkan pulang ke Indonesia.
Sesuai kontrak, dia semestinya kembali ke Inggris untuk musim petik tahun berikutnya. Akan tetapi dia gagal berangkat lantaran penempatan PMI ke Inggris tahun 2023 tidak terlaksana.
Tapi tahun ini, setelah Inggris membuka kembali perekrutan pekerja musiman dari Indonesia, Pinkan kembali mengikuti proses rekrutmen.
“Karena saya sudah resign (mengundurkan diri) dari pekerjaan saya sebagai guru TK pada waktu daftar gelombang pertama dan saya tidak punya pekerjaan lagi di sini,” terangnya.
Menurutnya, berbeda dengan perekrutan yang dia lakoni sebelumnya, perekrutan kali ini lebih selektif.
Kali ini, dia harus melalui proses skrining – serangkaian tes dan pemeriksaan – terkait penguasaan Bahasa Inggris, pengetahuan tentang pertanian, dan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya nanti.
“Kalau yang perdana tidak ada yang begitu. Langsung daftar, mengajukan permohonan visa dan selanjutnya jika semua dokumen dinyatakan lolos dan dapat visa maka berangkat,” kata Pinkan.
Proses rekrutmen yang etis
Pada 2024, Raka, Pinkan dan teman-teman mereka diberangkatkan oleh PT Mardel Anugerah Internasional, Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang berkantor di Jakarta
Ini adalah kali pertama PT Mardel mengirim PMI ke Inggris dan penempatan tersebut terwujud berkat kerja sama dengan AGRI-HR, salah salah satu perusahaan Inggris yang ditetapkan Kementerian Dalam Negeri negara itu sebagai operator untuk mendatangkan pekerja musiman sektor perkebunan tahun 2024.
Direktur Utama PT Mardel, Delif Subeki, mengatakan keterlibatan perusahaannya dalam pengiriman pekerja musiman Indonesia ke Inggris tidak melihat sisi bisnis semata, melainkan menempatkannya sebagai peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Bagaimanapun, kasus sebelumnya bahwa sekitar 250 WNI yang memutuskan tidak pulang sesudah masa berlaku visa enam bulan berakhir menjadi kekhawatiran di Inggris.
Izin AG Recruitment sebagai operator pekerja musiman kala itu bahkan sampai dicabut pemerintah Inggris.
AG Recruitment, operator skema pekerja musiman yang mendatangkan tenaga kerja dari Indonesia pada 2022, bekerja sama dengan PT Al Zubara.
Izin AG Recruitment dicabut oleh pihak berwenang Inggris menyusul laporan-laporan bahwa banyak tenaga kerja yang didatangkannya dari Indonesia kabur, padahal tenaga kerja musiman diharuskan pulang sesudah masa berlaku visa habis.
Ditambah lagi, para pekerja telah mengeluarkan biaya besar dalam proses rekrutmen dan pemberangkatan dari Indonesia. Bahkan, sebagian dari mereka terjerat utang.
Dalam pengiriman perdana dari Indonesia pada 2022, terdapat 1.422 tenaga kerja. Mereka dikirim oleh PT Al Zubara Manpower Indonesia (PT AMI) yang bekerja sama dengan AG Recruitment selaku operator skema pekerja musiman di Inggris.
“Terkait tingginya persentase yang kabur pada penempatan yang lalu oleh perusahaan lain, hal tersebut sudah kami pelajari penyebabnya dan kami sudah memiliki mitigasi untuk masalah tersebut,” kata Delif Subeki, Direktur Utama PT Mardel.
Penyebab PMI kabur, antara lain karena mereka menanggung utang untuk membiayai keberangkatan ke Inggris.
Dalam proses perekrutan, mereka tidak mendaftar langsung ke PT Al Zubara, melainkan melalui agen dan calo. Para perantara tersebut memungut biaya besar untuk memastikan PMI diberangkatkan ke Inggris. Ketika itu, pengiriman ke Inggris belum mempunyai acuan biaya penempatan yang dijadikan patokan.
Walau sudah mengeluarkan biaya besar, tidak semua tenaga kerja beruntung bisa bekerja selama enam bulan penuh sesuai kontrak.
Mereka yang diberangkatkan menjelang akhir musim panen tidak bisa mendapatkan penghasilan maksimal sebab buah yang dipetik semakin sedikit sehingga potensi pendapatan pemetik berkurang.
Mitigasi ditempuh, kata Delif, melalui apa yang dikenal sebagai ethical recruitment.
Calon mendaftarkan diri secara online, langsung tanpa melewati calo atau agen. Mereka lantas menjalani beberapa tahap penyaringan, termasuk wawancara tatap muka serta tes buta warna dan ketangkasan.
Masih menurut Delif, PT Mardel “tidak akan membebankan biaya agency fee (biaya perusahaan) kepada pekerja migran Indonesia.”
Calon PMI juga harus mampu menanggung seluruh biaya penempatan di antaranya membayar visa, pemeriksaan kesehatan, asuransi BPJS, tiket pesawat pergi pulang. Semua pengeluaran itu harus dibayarkan dari rekening masing-masing calon PMI.
Berdasarkan keputusan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), acuan biaya penempatan PMI di Inggris kurang dari Rp40 juta. Ini jauh lebih rendah dibanding biaya yang dikeluarkan para PMI dalam pengiriman pada 2022.
“Untuk penempatan pertama, saya sendiri mengeluarkan biaya sampai Rp55 juta. Itu di luar biaya lain-lain yang kecil-kecil. Kalau sekarang hanya Rp33 juta,” tutur Pinkan yang tinggal di Jakarta.
Untuk musim petik kali ini, PT Mardel mendapat pemesanan 500 tenaga kerja.
Sempat menyatakan tidak berminat merekrut dari Indonesia di tengah kisruh WNI kabur, AGRI-HR kini berubah pikiran. Ada empat alasan di balik perubahan itu.
Operator pekerja musiman itu ingin memperluas wilayah perekrutan.
Indonesia sangat menarik karena animo terhadap skema ini besar. Kedua, mitra kami PT Mardel Internasional memenuhi standar bisnis kami.
“Ketiga, perkebunan yang mempekerjakan orang-orang dari Indonesia sebelumnya menyukai mereka dan menghendaki mereka untuk kembali,” jelas direktur AGRI-HR, Jan-Willem Naerebout kepada Rohmatin Bonasir.
Adapun faktor terakhir, tambahnya, peran KBRI London yang “sangat membantu dalam menyusun jalur perekrutan etis ini”.
Bagaimana nasib pekerja yang kabur pada 2022?
Dalam penempatan perdana pada 2022, sekitar 250 PMI kabur. Beberapa di antara mereka sudah pulang ke Indonesia, baik atas keinginan sendiri maupun karena dideportasi. Namun mayoritas masih tetap tinggal di Inggris.
Agar bisa tinggal secara resmi, sebagian dari mereka mengajukan suaka dengan membayar pengacara atau biro jasa.
Dalihnya beragam; terjerat utang untuk biaya pemberangkatan, mengaku sebagai gay atau lesbian.
Karena status suaka lazimnya diberikan kepada orang-orang yang keselamatannya tidak bisa dijamin di negara asal – misalnya lantaran perang dan persekusi, maka pengajuan suaka sebagian besar WNI mantan pemetik buah telah ditolak.
Indonesia masuk kategori negara aman. Mereka tetap mempunyai opsi untuk mengajukan banding.
“Dari awal memang alasan saya tetap tinggal di sini adalah untuk mencari penghidupan lebih baik,” ungkap Ana (nama samaran) salah satu mantan pekerja perkebunan yang mengajukan suaka.
“Kalau utang untuk biaya penempatan sudah lunas. Sekarang saya mencari penghidupan untuk ke depan.”
Ana sudah menyetor £2.000 (sekitar Rp40 juta berdasarkan kurs sekarang) kepada pengacara untuk mengurus permohonan suakanya. Permohonan Ana ditolak. Kini dia mengajukan banding.
Banyak pula yang membayar sekitar £3.000-4.000 (Rp60-80 juta) untuk jasa pengacara atau agen. Adapun pengajuan suaka ke pemerintah Inggris sebenarnya tidak dikenakan biaya.
Di luar mereka yang mengajukan suaka, ada pula yang memberanikan diri bertahan tanpa dokumen. Bekerja serabutan, mereka mencari nafkah tanpa kontrak dan sering kali mengalami risiko eksploitasi.
“Semua utang sudah lunas, rumah sudah jadi. Sekarang saya mencari tambahan modal untuk usaha di Indonesia,” kata seorang mantan pemetik buah yang meminta BBC untuk tidak mengungkap identitasnya dengan alasan keamanan.
Dia bekerja sebagai tukang bangunan di ibu kota Inggris, London.
Adapun mereka yang bekerja di restoran-restoran terutama di kawasan Chinatown baru-baru ini diberhentikan. Langkah itu dilakukan karena pihak imigrasi Inggris sedang menggalakkan razia terhadap imigran gelap.
Ana dan pekerja lain yang memutuskan untuk kabur mengaku tidak menyesali keputusan untuk melanggar masa berlaku visa mereka, meskipun tindakan mereka turut menjadi penyumbang kegagalan pemberangkatan PMI untuk mengisi sektor perkebunan di Inggris pada 2023.
Direktur AGRI-HR, Jan-Willem Naerebout, meyakini kejadian tersebut tidak akan terulang. Pasalnya, perekrutan yang dilakukan perusahaannya bersama PT Mardel amat berbeda.
Kemudian, calon pekerja membayar sendiri semua biaya seperti visa, surat keterangan kelakuan baik, pemeriksaan kesehatan dan tiket penerbangan. Mereka tidak dibebani biaya apa pun untuk mendapatkan pekerjaan tersebut.
“Pekerja dapat menutup pengeluaran-pengeluaran tersebut dalam waktu singkat jadi ini jauh lebih menarik bekerja selama enam bulan, pulang dan kembali tahun depan.
Lebih dari 50% pekerja yang kami minta adalah mereka yang sudah pernah bekerja di sini. Ini pilihan yang jauh lebih menarik dibanding bekerja secara ilegal dan melewati batas izin tinggal,” jelasnya.
Di Inggris, PMI bekerja selama enam bulan pada 2024 dengan gaji sesuai standar upah minimum setempat, yakni £11.44 (sekitar Rp225.000) per jam. Gaji tersebut belum dipotong pajak pendapatan sebesar 20%, biaya akomodasi, makan, transportasi dan pengeluaran-pengeluaran pribadi lainnya.
Pada 2024, pemerintah Inggris menetapkan kuota 47.000 pekerja musiman dari luar negeri. Dari jumlah itu, sektor perkebunan mendapat jatah 45.000 dan sisanya untuk sektor peternakan.
Selain Indonesia, pekerja musiman didatangkan dari sejumlah negara antara lain Kazakhstan, Kirgizstan, Tajikistan dan Bulgaria..
Menurut Kementerian Dalam Negeri Inggris yang antara lain membawahi urusan keimigrasian, jika pemegang visa pekerja musiman berganti pekerjaan, maka visanya tidak berlaku dengan sendirinya.
Pekerja asing telah lama menjadi tulang punggung perkebunan di Inggris, mulai dari merawat, memanen buah dan sayur hingga mengepak. Adapun jenis buah yang dipanen meliputi apel, pir, stroberi, frambusia dan lainnya.
Musim petik biasanya berlangsung mulai April atau Mei. Kebutuhan akan pekerja musiman bertambah besar sesudah Inggris menarik diri dari keanggotaan Uni Eropa atau Brexit pada 2020.
Sebelum itu, para pekerja datang dari negara-negara Eropa timur tanpa perlu visa kerja. Persoalan bertambah rumit kala pecah perang Ukraina sehingga banyak warga negara itu tidak bisa mengisi pekerjaan di sektor perkebunan dan peternakan Inggris.
Reportase oleh wartawan di Inggris, Rohmatin Bonasir.
Sumber : BBC Indonesia