Oleh : DR Andi Kusuma SH MKn CTL
(Ketua umum DPP Perkumpulan Putra Putri Tempatan/Advokat AK Law Firm)
TERKAIT TATA KELOLA industri pertimahan di Provinsi Bangka Belitung hingga sengkarut tata kelola diawali sejak dicabutnya Peraturam Pemerintah (PP) No.27 Tahun 1980 yang menggolongkan komoditas timah sebagai Bahan Galian Strategis (golongan B) & Undang-undang Otonomi Daerah No.22 Tahun 1999 yang memberikan hak pengelolaan sumber daya mineral kepada Kepala Daerah.
Selain itu, Kepmenperindag No.294/MPP/Kep/10/2001 yang menyatakan Timah sebagai barang yang tidak diatur, sehingga memunculkan Peraturan Daerah dan Keputusan Bupati diantaranya:
- PERDA 21 tahun 2002, tentang pelaksanaan Pertambangan Umum,
- PERDA 02 tahun 2001, tentang Pelaksanaan ekspor pasir timah
- Surat Keputusan Bupati Bangka no.540.K/271/Tamben/2001, tentang Pemberian Ijin Pertambangan dan Penjualan Ekspor.
Hal tersebut diatas yang mengakibatkan terjadinya euforia penambangan oleh rakyat yang terjadi secara masif tanpa mengikuti kaidah-kaidah penambangan yang baik dan semestinya. Penambangan rakyat tanpa ijin baik di wilayah berijin yang belum/tidak diberi ijin oleh pemegang ijin maupun wilayah2 tidak berijin seperti kawasan lindung dan konservasi.
Rakyat/masyarakat mampu melakukan penambangan karena karakter daripada cadangan timah aluvial khususnya di wilayah darat yang tidak memerlukan mobilisasi dana/investasi yang relatif besar serta teknologi penambangan yang relatif sederhana untuk bisa melaksanakan kegiatan penambangan.
Dalam pelaksanaan kegiatan tambang oleh rakyat/masyarakat yang menjadi persoalan bagi pemegang ijin adalah para penambang tersebut merambah wilayah baik wilayah berijin milik swasta dan milik PT Timah Tbk yang tidak menyerahkan bijih timah hasil penambangannya kepada pemegang ijinnya dan dijual ke pihak lain (pengumpul).
Akibatnya hal ini justru menciptakan lalu lintas bijih timah yang tidak semestinya dan membentuk pasar gelap (black market), walaupun pemegang ijin di wilayah darat, mayoritas juga tetap memberdayakan masyarakat dengan pembinaan oleh pemegang ijin untuk melakukan penambangan agar mereka juga ikut menikmati hak-hak ekonomi atas lahan yang dilakukan penambangan bagi lahan milik masyarakat.
Bentuk tata kelola penambangan timah yang sebagaimana diterangkan diatas telah berlangsung sampai saat ini dan belum ada alternatif lain selain melibatkan masyarakat yang turut serta dalam kegiatan penambangan baik diijinkan oleh pemegang ijin (kerjasama) maupun illegal atau tanpa ijin.
Berbagai cara dalam penertiban Penambangan sudah dilakukan, termasuk pihak Kepolisian Daerah maupun pemerintah provinsi ikut menertibkan, namun tak pernah berhasil. Akhirnya terkesan ada pembiaran, mungkin dengan alasan bahwa kegiatan penambangan timah oleh masyarakat telah menjadi penggerak perekonomian Bangka Belitung dimana sektor2 lain belum siap/mampu untuk menggantikannya. Ditertibkan hari ini dan akan datang lagi esok hari ini yang terajadi.
Untuk PT Timah Tbk yang mempunyai wilayah IUP (WIUP) Darat menghadapi dilema atas maraknya masyarakat yang merambah penambangan di Wilayah IUP Darat PT Timah Tbk. Pada kondisi sebagaimana disampaikan diatas ada 2(dua) opsi atau pilihan untuk mensikapi hal tersebut yakni :
- Membiarkan kondisi tersebut dengan terus mengupayakan penertiban bekerjasama dengan aparat penegak hukum, walaupun dengan tingkat keberhasilan rendah. Bijih timah tidak diserahkan ke PT Timah Tbk dan dijual ke Black Market.
- Mengakomodir para masyarakat yang menambang di Wilayah IUP darat PT Timah Tbk, dengan mengijinkan bekerja namun bijih timah harus dijual dan diserahkan ke PT.Timah Tbk dengan harga imbal jasa yang ditetapkan oleh PT Timah Tbk.
Dari 2 (dua) pilihan tersebut, Direksi PT Timah pada periode tahun 2016 sd 2021 memutuskan untuk nemilih opsi/pilihan kedua dengan membuat beberapa program kemitraan untuk melakukan MITIGASI/Penyelamatan asset bijih timah agar tidak diserahkan kepada yang tidak berhak selain PT.Timah Tbk sebagai pemilik IUP.
Dengan program tersebut, PT Timah Tbk sebagai pemegang/pemilik IUP mendapatkan kembali bijih timah yang menjadi hak PT Timah Tbk dan hasil bijih timah dilakukan penglogaman kemudian dilakukan penjualan ekspor sehingga PT Timah Tbk mendapatkan pendapatan ekspor, melakukan pembayaran Pajak dan PNBP serta masyarakat juga dapat terakomodir dengan ikut mendapatkan manfaat ekonomi.
Kemitraan dimaksud adalah bermitra dengan : Ratusan mitra perorangan, puluhan mitra badan usaha diantaranya PT Indometal Asia, Koperasi Karyawan Mitra Mandiri (KKMM), CV.Salsabila Utama dan lain sebagainya.
Pada akhir tahun 2018, PT.Timah Tbk melakukan kerjasama sewa Smelter kepada 5 smelter di Babel, untuk melebur/melogamkan bijih timah yang dibeli dari masyarakat yang bekerja di wilayah IUP PT Timah Tbk melalui badan usaha CV-CV (mitra) yang dimaksudkan agar dapat dikenakan pajak Pph 23 dan pembayaran PPN oleh PT Timah Tbk.
PT Timah melakukan sewa smelter, karena dengan tambahan asupan bijih timah dari masyarakat melalui CV2 tersebut jelas kapasitas smelter PT.Timah Tbk yang ada di Muntok tidak mencukupi serta Harga Pokok Produksi (HPP) yang lebih mahal karena teknologi peleburannya yang masih kurang effisiien.
Sementara total pembayaran oleh PT Timah Tbk untuk program kemitraan pada periode 2015 sd 2022 yang dianggap tidak sah oleh penyidik kejaksaan agung adalah sebesar : 29 Triliun Rupiah. Dimana dapat dikelompokkan sebagai berikut :
- Pembayaran kepada CV-CV untuk bijih timah dari masyarakat yang bijihnya dilebur di 5 smelter serta nilai kemahalan dari biaya sewa peralatan smelter, sejumlah sekitar 12 triliun rupiah lebih. Selama kerjasama tahun 2018, 2019 dan 2020.
- Sisanya sekitar 17 triliun adalah pembayaran bijih timah kepada mitra2 PT.Timah yang lain sebagaimana disebutkan diatas untuk pembayaran imbal jasa bijih timah yang dilebur dismelter PT Timah Tbk di Muntok. Pada periode tahun 2015 sd 2022.
Sebagai catatan bahwa :
- MITRA-MITRA SEBAGAIMANA TERSEBUT DIATAS DIBEKALI DENGAN SURAT PERINTAH KERJA [SPK] UNTUK MENYERAHKAN BIJIH TIMAH DARI MASYARAKAT YANG BEKERJA DI WILAYAH IUP PT.TIMAH TBK. UNTUK PENYERAHAN BIJIH TIMAH TERSEBUT PT.TIMAH TBK MEMBAYAR IMBAL JASA KEPADA MASYARAKAT PENAMBANG MELALUI MITRA-MITRA TERSEBUT.
- PEMBAYARAN BIAYA SEWA SMELTER BERDASARKAN/SESUAI DENGAN PERJANJIAN KERJASAMA SEWA MENYEWA PERALATAN PENGLOGAMAN TIMAH / SMELTER YANG DISEPAKATI OLEH KEDUA BELAH PIHAK.
- SKEMA KEMITRAAN OLEH PT.TIMAH TERSEBUT DINILAI MELANGGAR HUKUM OLEH PENYIDIK KEJAKSAAN AGUNG RI DAN TIDAK SEMESTINYA DILAKUKAN SEHINGGA PEMBAYARAN2 TERSEBUT DIATAS SEBAGAI KERUGIAN NEGARA WALAUPUN MENGHASILKAN KEUNTUNGAN KEPADA PT.TIMAH TBK SEHINGGA MAMPU MEMBIAYAI KEGIATAN REKLAMASI DAN EKPLORASI UNTUK PENAMBAHAN CADANGAN, SERTA PEMBAYARAN PAJAK DAN NON PAJAK (PNBP) KEPADA NEGARA.
- BILAMANA PILIHAN KEMITRAAN UNTUK MENGAKOMODIR PENAMBANGAN RAKYAT DI WILAYAH IUP PT.TIMAH TBK OLEH PT.TIMAH TBK MENJADI SALAH DAN PEMBIARAN CADANGAN DIGEROGOTI OLEH PIHAK LAIN SELAIN PT.TIMAH TBK SEBAGAI PEMILIK SAH IUP MENJADI TIDAK ADA MASALAH… APAKAH JUSTRU INI MENJADI PERTANYAAN BESAR APAKAH ADA AGENDA LAIN DENGAN BUNGKUS PENEGAKAN HUKUM.
- SAMPAI DETIK INI, SETELAH PENEGAKAN HUKUM DILAKUKAN ‘DE FACTO’ MASYARAKAT MASIH MARAK MELAKUKAN PENAMBANGAN DI WILAYAH IUP PT.TIMAH TBK DAN BELUM ADA USULAN BAHKAN SOLUSI UNTUK TATA KELOLA PERTIMAHAN YANG LEBIH BAIK.