Foto : Ilustrasi hakim. (net) 
TJI,BANGKABELITUNG – Idealisnya seorang hakim wajib menjaga tutur kata dan perilaku yang mencerminkan kehormatan serta keluhuran martabat jabatan. Bahkan etika hakim melarang keras berkata kasar saat sidang karena dianggap melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Tak cuma itu, dalam KEPPH pun mengharuskan hakim menjaga martabat jabatan, bersikap santun, serta menghormati semua pihak. Perilaku kasar justru dapat menurunkan kepercayaan publik dan merusak wibawa lembaga peradilan. 
Begitu pula jika hakim melanggar KEPPH, sudah dipastikan hakim tersebut terancam dikenai sanksi oleh Mahkamah Agung (MA) dan/atau Komisi Yudisial (KY). 
Seperti halnya kejadian dilakukan seorang oknum hakim Pengadilan Negeri (PN) Sungailiat, Patra Sianipar SH kini menjabat sebagai wakil ketua PN Sungailiat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Sikap kasar hakim Patra Sianipar saat persidangan perkara kasus lalu-lintas yang digelar, Selasa (23/9/2025) siang sekitar pukul 15.00 WIB di gedung PN Sungailiat justru membuat Jaksa Penuntut Umum (JPU) RN saat membacakan tuntutan kaget seolah-olah tidak dihormati, lantaran tak disangka oknum hakim Sianipar selaku pimpinan majelis hakim sempat mengumpat dengan kata-kata kasar saat persidangan.

Foto: Patra Sianipar SH. (net) 
Kejadian ini bermula saat sidang baru saja dimulai, PH pun menanyakan kesiapan surat tuntutan kepada JPU. Dengan tegas RN menjawab, “Sudah siap, Majelis.”
Namun, ketika ketua majelis hakim Parta Sianipar (PS) meminta file softcopy tuntutan agar dapat dipelajari, namun JPU menyampaikan jika file tersebut akan diberikan setelah pembacaan tuntutan.
Mendengar jawaban itu, PS langsung menunda persidangan. Situasi semakin panas ketika RN meminta staf pidana umum (Pidum), Hz, untuk segera mengirimkan file yang diminta.
Saat Hz mengatakan bahwa file tuntutan ada di laptop, tiba-tiba PH melontarkan kalimat bernada kasar, “Laptop katanya, t** semua,” dengan suara meninggi.
Kalimat itu sontak membuat suasana ruang sidang hening sesaat. Perkataan tersebut diucapkan di hadapan dua hakim anggota, Tr dan Al, kuasa hukum terdakwa, JPU, staf Pidum, terdakwa termasuk sejumlah pengunjung sidang.
Terkait kejadian itu, JPU asal Kejaksaan Negeri (Kejari) Sungailiat RN justru membenarkan adanya peristiwa itu. Menurutnya, ucapan kasar yang dilontarkan oleh seorang hakim, apalagi pejabat setingkat Wakil Ketua PN dinilainya justru sangat mencederai wibawa dan marwah institusi peradilan.
“Apakah pantas seorang pejabat negara, hakim yang disebut wakil Tuhan di dunia, melontarkan kata-kata seperti itu? Apalagi diucapkan di ruang sidang, di depan publik. Ini jelas merendahkan institusi kami sebagai penuntut umum,” ujar RN dengan nada kecewa.

Foto: Kejadian hakim PS bersikap kasar sempat pula dilaporkan kepada ketua PN Sungailiat, Melinda Aritonang. (net) 
RN menilai ucapan tersebut tidak hanya menyerang secara pribadi, melainkan juga merendahkan martabat institusi Kejaksaan yang sedang menjalankan tugas penegakan hukum.
Ia menegaskan, kejadian ini mencoreng wajah peradilan yang seharusnya menjunjung tinggi wibawa, ketegasan, dan profesionalitas.
Sementara itu hakim PS sempat di konfirmasi media ini melalui pesan Whats App (WA), Rabu (24/9/2025) siang terkait dirinya dituding mengumpat dengan kata-kata kotor, PS malah mengaku kejadian tersebut sudah di klarifikasinya melalui humas PN setempat.
“Kemarin sudah bertemu dengan KPN (ketua Pengadilan Negeri — red) dan sudah ada klarifikasi bagian Humas pak,” jawab hakim PS dalam pesan singkatnya, Rabu (24/9/2025) siang.
Begitu pula ketika tim mencoba menghubungi Humas PN Sungailiat, Safri namun lagi-lagi jawaban dilontarkan senada.
“Kebetulan kami msh terus berkordinasi secara internal dan eksternal. Klo memang dibutuhkan konfirmasi dan klarifikasi dari kami boleh bsk atau lain hari jumpai humas ya bg, terima ksh,” jawab Humas.
*Pelanggaran Etik Hakim
Ucapan tidak pantas seorang hakim di persidangan tidak bisa dipandang sebelah mata. Hakim terikat oleh **Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)** yang mengatur bahwa seorang hakim wajib menjaga sikap santun, menghormati para pihak, dan menghindari kata-kata kasar maupun merendahkan.
Pasal 5 KEPPH dengan jelas menyebutkan bahwa hakim wajib “menjaga tutur kata dan perilaku yang mencerminkan kehormatan serta keluhuran martabat jabatan.” Dengan melontarkan kata-kata kasar di ruang sidang, PH diduga telah melanggar prinsip **kesopanan, kesantunan, dan integritas moral** yang menjadi fondasi profesi hakim.
Selain itu, tindakan tersebut berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Padahal, dalam asas peradilan, sidang harus dilaksanakan dengan penuh **kewibawaan dan rasa hormat**. Ketika seorang hakim justru menjadi pihak yang menodai prinsip itu, maka martabat pengadilan ikut dipertaruhkan.
*Dampak terhadap Marwah Peradilan
Ucapan kasar PH bukan sekadar persoalan emosi sesaat. Dalam konteks kelembagaan, hal ini menunjukkan adanya krisis etika yang serius.
Peradilan adalah benteng terakhir pencari keadilan, dan hakim adalah figur yang dituntut menjadi teladan.
Jika seorang hakim memperlihatkan sikap kasar dan merendahkan di ruang persidangan, bagaimana mungkin masyarakat percaya bahwa putusan yang diambil akan berlandaskan pada hukum dan nurani yang bersih?
Kejadian ini juga membuka ruang bagi masyarakat untuk mempertanyakan **independensi, integritas, dan profesionalitas hakim**. Sebab, marwah peradilan bukan hanya ditentukan oleh putusan, tetapi juga oleh sikap dan perilaku hakim di hadapan publik. (KBO/RMN/TJI/tim)


 
                                                         
                                                        
 
			 
			 
			 
			