Foto : Jampidus Kejagung, Febrie Adriansyah. (dok.Kejagung)
TJI,JAKARTA – Institusi Korp Adhyaksa (Kejaksaan) kembali dihebohkan dengan pemberitaan ‘panas’ sekaligus mengagetkan. Pasalnya, seorang pejabat utama di lingkungan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI), Febrie Adriansyah disebut-sebut turut terseret dalam dugaan perkara kasus korupsi.
Kasus yang menyeret Febrie Adriansyah selaku Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Jampidsus Kejagung RI ini pun awalnya menuai sorotan pula dari Indonesian Police Watch (IPW).
Selanjutnya, IPW bersama sejumlah non-Government Organisation (NGO) lain yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Anti Korupsi (KSST) telah melaporkan dugaan korupsi yang menyeret nama Jampidsus Kejagung RI, Febrie Adriansyah, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 27 Mei 2024.
Mengutip pemberitaan dari Tribunews.com jika nama Febrie Adriansyah turut terseret karena KSST menilai ada dugaan kejanggalan pada pelelangan barang rampasan berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama (PT GBU) di Kejaksaan Agung.
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, mengatakan nilai saham perusahaan batu bara di Kalimantan tersebut seharusnya mencapai Rp12 triliun. Namun, saham tersebut dijual hanya dengan harga Rp1,945 triliun, sehingga negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 7 triliun.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK waktu itu, Ali Fikri, menuturkan usai menerima pelaporan, lembaga antirasuah selanjutnya melakukan verifikasi hingga koordinasi lebih lanjut dengan pihak pelapor.
Langkah itu untuk menentukan tindakan selanjutnya yang akan dilakukan KPK. Sementara, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung kala itu, Ketut Sumedana, menyatakan laporan KSST terhadap Febrie Adriansyah ke KPK adalah keliru.
Ia menekankan tidak ada pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh jampidsus. Sebaliknya, kendati disebut keliru, Sugeng Teguh Santoso meyakini bukti yang dikantonginya bisa dipertanggungjawabkan.
“Kami memiliki bukti dan alasan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memasukan nama Jampidsus Febrie Adriansyah sebagai salah seorang yang dilaporkan ke KPK,” ujarnya.
*Jaksa Agung Diminta Tidak Menghambat Pemeriksaan Jampidsus
Kasus ini menuai pula sorotan dari seorang pakar hukum pidana asal Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf. Ia mengakatan jika KPK memiliki alat bukti yang cukup, komisi antikorupsi dapat mengajukan permohonan kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin, terkait izin pemeriksaan anak buahnya, Febrie Adriansyah.
Ia pun berharap, Jaksa Agung dapat bekerja sama dengan KPK untuk melakukan upaya tersebut.
“Kalau memang alat buktinya sudah cukup, tidak ada alasan untuk tidak menandatangani,” kata Hudi kepada wartawan, Senin (10/2/2025).
Hudi mengingatkan agar Jaksa Agung ST Burhanuddin tidak terkesan menghambat proses hukum. Oleh karena itu, permohonan izin KPK harus segera disetujui.
“Di-approved, ditandatangani, jangan dilama-lamakan. Kenapa harus lama, apa alasannya? Kalau tidak ditandatangani, ya harus segera ditandatangani,” ujarnya.
Hudi menambahkan, jika Pasal 8 Ayat 5 Undang-Undang Kejaksaan menjadi penghambat KPK dalam memeriksa Febrie karena terkendala izin jaksa agung, maka pasal tersebut perlu direvisi.
Pasal tersebut mengatur, penyidik baru dapat melakukan upaya paksa terhadap jaksa bermasalah jika mendapat izin dari Jaksa Agung.
“Kalau dianggap itu dapat merintangi proses, ya memang harus diubah. Semua instansi punya aturan, apalagi dalam tindak pidana minimal ada kecukupan alat bukti,” jelasnya.
KPK sebelumnya menegaskan masih mencari bukti atas laporan yang ditujukan Febrie Adriansyah.
Apabila sudah selesai, komisi antikorupsi akan membuka penyelidikan.
“Secara umum seluruh laporan yang masuk tentunya akan diverifikasi. Akan ditelaahkan. Akan dilakukan pulbaket (pengumpulan bahan keterangan). Dan bila dianggap sudah memenuhi syarat untuk dinaikan ke penyelidikan,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (4/2/2025).
Tessa mengatakan KPK tidak mengabaikan laporan tersebut. Jika kurang bukti, pelapornya bakal dipanggil lagi untuk diminta menambah bukti baru.
“Dan bila ada persyaratan yang masih kurang akan dimintakan kepada pihak pelapor untuk memenuhi,” kata Tessa.
Sementara, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung kala itu, Ketut Sumedana, menyatakan laporan KSST terhadap Febrie Adriansyah ke KPK adalah keliru.
Ia menekankan tidak ada pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh jampidsus.
Sebaliknya, kendati disebut keliru, Sugeng Teguh Santoso meyakini bukti yang dikantonginya bisa dipertanggungjawabkan.
“Kami memiliki bukti dan alasan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memasukan nama Jampidsus Febrie Adriansyah sebagai salah seorang yang dilaporkan ke KPK,” katanya.
Terkait kasus ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan saat ini sedang menelaah laporan dugaan korupsi Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah. (*/TJI)