Foto : Kapolres Bangka Tengah, AKBP Dr I Gede Nyoman Bratasena. (ist)
TJi,BANGKABELITUNG – Seolah-olah tak ada aturan hukum yang dapat menjerat mereka, bahkan aktivitas tambang timah ilegal di kawasan Kolong Marbuk Kenari dan Pungguk, Kecamatan Koba, Bangka Tengah, Provinsi Kep Bangka Belitung kini semakin menggila.
Pasalnya, hampir dua pekan aktifitas ilegal di lokasi setempat sampai saat ini masih saja leluasa beroperasi menggunakan sarana ponton isap produksi (PIP). Mirisnya lagi aktivitas ilegal ini pun justru beroperasi di wilayah ijin usaha produksi (IUP) milik PT Timah Tbk.
Sangat disayangkan pihak aparat penegak hukum di daerah khususnya pihak kepolisian terkesan seolah-olah ‘tutup mata’ terkait aktifitas ilegal di lokasi setempat.
Padahal segelintir nama-nama oknum warga disebut-sebut sebagai koordinator tambang ilegal di kawasan setempat (Marbuk, Kenari & Pungguk) telah mencuat di kalangan masyarakat Koba, antara lain Recky, Iswadi dan Yandi termasuk beberapa oknum lainnya.
*Ada 5 Kubu Dalam Pusara Tambang Ilegal
Sementara dalam tambang ilegal di perairan setempat diketahui dibagi 5 (lima) kelompok/kubu dan masing-masing kubu diketahui oleh seorang oknum koordinator lapangan. Dari perolehan hasil kegiatan tambang ilegal tersebut diduga dijual kepada salah satu semester timah (PT MSP).
Tak cuma itu, hasil perolehan timah ilegal itu pun diduga dijual atau ditampung kepada bos timah asal Lubuk, Abas dan Akbara Botak asal Toboali termasuk timah pun diduga turut pula dijual kepada PT Timah Tbk.
*Kapolres Dikonfirmasi Lempar Jawaban
Kapolres Bangka Tengah, AKBP Dr I Gede Nyoman Bratasena, saat dikonfirmasi jejaring media KBO Babel, Rabu (2/7/2025) justru menuai tanda tanya. Mirianya bukannya memberikan keterangan substantif, Kapolres malah melempar jawaban normatif agar media menghubungi Humas Polres Bangka Tengah.
“Untuk informasi bagi media dapat melalui Kasi Humas Polres Bangka Tengah, Pak,” tulis Kapolres menanggapi pesan yang sebelumnya diawali dengan ucapan Selamat Hari Bhayangkara ke-79.
Pantauan tim di lapangan saat ini terlihat jumlah total ponton tambang ilegal beroperasi di kawasan itu mencapai sekitar 80 unit ponton.
Redaksi Jejaring Media KBO Babel pun menindaklanjuti arahan tersebut dengan menghubungi IPTU Erwin Syahri selaku Kasi Humas Polres Bangka Tengah. Namun, hingga berita ini dirilis, tidak ada satu pun respons diberikan, baik secara lisan maupun tertulis.
Sikap diam dan saling lempar tanggung jawab dari institusi yang seharusnya berdiri di garis terdepan dalam penegakan hukum ini memicu kekecewaan publik. Tak pelak, hal ini semakin kuat dugaan, Polres Bangka Tengah Tengah ada kesan pembiaran dan sudah “terkondisikan” oleh mafia timah terhadap aktivitas tambang ilegal yang semakin menggila di wilayah konsesi negara Indonesia.
Padahal, tindakan tersebut jelas melanggar **Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020** tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), yang berbunyi: “Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar'”.
Tak hanya pelaku tambang yang dapat dijerat, namun pihak yang lalai menjalankan kewajibannya dalam pengawasan dan penertiban pun berpotensi dikenakan sanksi etik atau bahkan hukum.
Sebagai pemegang IUP resmi, PT Timah Tbk juga tidak bisa lepas tangan. Jika wilayah konsesinya dibiarkan menjadi ladang tambang ilegal tanpa tindakan pengamanan, maka perusahaan pelat merah itu dinilai gagal menjaga aset negara dan bisa digugat secara perdata maupun pidana.
Publik menaruh harapan agar Polda Kepulauan Bangka Belitung segera mengambil alih penanganan kasus ini jika memang Polres Bangka Tengah tak mampu bertindak. Diamnya aparat dalam menghadapi pelanggaran hukum hanya akan memperkuat persepsi bahwa tambang ilegal ini dilindungi oleh kekuatan tertentu.
Pertanyaan pun bermunculan: Apakah Polres kehilangan taring? Apakah ada tekanan politik atau ekonomi yang membuat penegakan hukum tak berjalan sebagaimana mestinya? Atau memang ada pembiaran yang disengaja atau memang sudah dikondisikan oleh mafia timah?
Ketika hukum tidak ditegakkan, yang terjadi bukan hanya kerusakan lingkungan dan kerugian negara, tetapi juga matinya wibawa negara di hadapan mafia tambang.
Momentum Hari Bhayangkara ke-79 seharusnya menjadi titik balik bagi Polri untuk membuktikan bahwa mereka masih setia pada sumpahnya: *melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, serta menegakkan hukum secara profesional dan berkeadilan.*
Jika ketidakberdayaan aparat ini dibiarkan terus terjadi, maka kepercayaan publik terhadap institusi Polri akan semakin tergerus.
Jejaring media ini pun (KBO Babel) saat ini terus membuka ruang hak jawab kepada pihak-pihak terkait dan akan mengawal isu ini hingga tuntas demi mendorong supremasi hukum yang berkeadilan. (Red/KBO Babel)